Pernahkah Anda mendengar olahraga woodball?
Pertama kali woodball diciptakan oleh orang berkebangsaan Taiwan, Ming-Hui dan Kuang Chu Young (1990). Bermula dari rasa keingintahuan untuk menciptakan sebuah permainan sejenis golf namun dapat dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah. Tercetuslah ide permainan menggunakan bola kayu yang dipukul dengan tongkat menyerupai palu (mallet- tongkat pemukul yang terbuat dari kayu) dan diarahkan ke gawang kecil (gate). Setelah melewati beberapa kali percobaan, terciptalah permainan ini. Peralatan yang digunakan meliputi bola kayu berdiameter tiga perempat inchi, mallet, dan gate atau gawang yang dibuat seperti gelas yang berjajar.
Permainan ini hampir mirip dengan permainan golf namun yang membedakan ada pada lubangnya (hole). Jika pada golf menggunakan lubang (hole) untuk menciptakan skor, pada woodball ini digantikan dengan gawang kecil (gate). Bola woodball yang dipukul menggunakan mallet akan menggelinding, tidak seperti golf yang akan melambung. Olahraga ini memerlukan lapangan yang memiliki panjang sekitar 30-150 meter dan pemain akan bermain di 24 fairways (istilah lapangan dalam woodball).
Di Indonesia, olahraga woodball mulai diperkenalkan tahun 2006 oleh pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Sejak saat itu KONI merekomendasikan berdirinya Indonesia Woodball Association (IWbA) pada 1 Oktober 2006. IWbA yang berpusat di Semarang dengan Tandiono Jecky sebagai Presiden IWbA mulai mengembangkan dan mensosialisasikan olahrga woodball di Indonesia dengan melakukan pembinaan atlet serta membangun lapangan woodball di banyak lokasi.
Atlet Woodball
Wahyu Pandangsari, gadis kelahiran 23 Februari 1999 ini merupakan atlet woodball kebanggaan Desa Grabag. Pandang, begitu ia akrab dipanggil, merupakah mahasiswi Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan di Universitas Negeri Semarang. Beberapa waktu yang lalu, Tim Redaksi Desa Grabag berkesempatan mewawancarai Pandang. Dalam wawancara tersebut, gadis yang berkulit hitam manis itu bercerita panjang lebar tentang kesuksesan yang diraihnya di bidang olahraga.
Sejak kecil memiliki cita-cita menjadi atlet olahraga, Pandang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkecimpung di bidang yang satu ini. Sebelum menekuni woodball, Pandang sudah aktif bermain olahraga di bidang pencak silat. Penghargaan di bidang pencak silat yang berhasil dia raih di masa SMK yaitu pada kejuaraan Popda Tingkat Kota Magelang dan Kejuaraan Popda Tingkat Karesidenan Kedu.
Perkenalannya dengan olahraga woodball dimulai ketika memasuki bangku kuliah. Melihat kompetensi yang dia miliki, dosennya memberikan rekomendasi dan dukungan penuh kepada Pandang untuk bermain di olahraga ini. Dengan berpegang pada motto hidup “ Bahkan bintang butuh gelap untuk terang”, berbagai hambatan berhasil dia lewati di setiap kompetisi yang dihadapi. Mulai dari fasilitas, sarana, dan prasarana yang kurang memadai, baik dalam latihan maupun kebutuhan pribadi. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkahnya untuk menekuni woodball. Pandang melihat peluang yang besar untuk berprestasi pada olahraga ini.
Penghargaan pada olahraga woodball ini meliputi Juara I Team Stroke Woodball Competition Mahasiswa se-Indonesia dan Unnes Open Tahun 2018, Juara I Mix Double Fairway Woodball Competition Mahasiswa se-Indonesia dan Unnes Open Tahun 2018, Juara II Single Stroke Woodball Competition Mahasiswa se-Indonesia dan Unnes Open Tahun 2018, dan Juara II Single Fairway Woodball Competition Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019.
Penghargaan di Korea Selatan
Diantara prestasi-prestasi yang pernah diraih, penghargaan tertinggi Pandang dapatkan bulan Juni kemarin di Korea Selatan. Tepatnya di kota Beoun- Gun, Pandang berhasil memperoleh medali perak Juara II Mix Double Fairway Asian Woodball federation / Asian University Woodball Championship dan 5th Runner Up Single Stroke Asian Woodball federation / Asian University Woodball Championship.
Sebelum berlaga, Pandang harus mengikuti persiapan khusus selama 3 bulan baik itu dari segi administrasi hingga fisik. Dari hal persiapan administrasi, Pandang mengaku persiapan ini tidaklah mudah karena memerlukan beberapa persyaratan yang harus dilalui. Pandang diharuskan mendapatkan perijinan dari berbagai pihak yaitu pihak kampus, IWbA (Indonesia Woodball Association), Menpora, serta kelengkapan dokumen pribadi. Dari persiapan fisik, Pandang mengikuti program latihan makro dan mikro. Program latihan makro ditujukan untuk membentuk daya tahan, kekuatan, taktik, teknik, konsentrasi dan mental. Sedangkan program mikro berisi latihan fisik yang meliputi lari 2,4 km, push-up, sit-up, sit in the wall, back-up, dan swing tanpa bola.
Keberhasilannya yang didapatnya tentu tidak terlepas dari peran orang tua terutama ibu. Baginya, ibu adalah role model dalam perjalanan hidupnya bahwa keterbatasan tidak menghalanginya melampaui tantangan. “Yang terpenting kuncinya terus berusaha, sabar, menguatkan diri, dan berdoa. Selain dukungan dari orang tua tentunya dari Alllah SWT, semua tim yang terlibat dalam keberangakatan kemarin, dan bantuan pelatih dalam membimbing saya selama latihan kemarin”, jelasnya.
Bersama enam orang lainnya, Pandang kini patut berbangga karena tidak hanya mengharumkan nama kampus tetapi juga mampu membawa nama bangsa di kancah internasional. “Saya sangat bangga dan haru bisa menjadi bagian dari mengabdikan Indonesia di luar negeri, apalagi bisa mengibarkan bendera merah putih di sana’, tutupnya di akhir wawancara.
Sumber : http://indonesiawoodball.blogspot.com/