Mendengar kata sakti ingatan saya akan kembali kemasa lalu saat
menonton film pendekar. Ia yang jago silat, punya tenaga dalam, memiliki
berbagai jurus bela diri yang lengkap, bisa jalan diatas air sungai,
mampu terbang diawang-awang, bahkan bisa menghilang dan sulit dikalahkan
lawan-lawanya, jika hampir kalah setidaknya pendekar itu bisa bertahan
untuk tetap tegar.
Waktu mengaji dulu ada seorang teman yang
tergolong pandai, bertanya kepada pak ustadznya " Ustadz, Nabi Ibrahim
tahan api saat dibakar Raja Namrudz, Tongkat Nabi Musa bisa berubah
menjadi ular, dan mampu membelah lautan, Nabi Soleh sanggup mengeluarkan
seekor unta dari batu, apakah semua itu adalah kesaktian?". "ya,
menurut bapak itu kesaktian, namun perlu kalian fahami, kesaktian yang
dimiliki oleh para nabi adalah semacam kekuatan yang datang dari Allah
SWT, atas ijin Allah sebagai mukjizat untuk pembelajaran bagi umat-umat
beliau, dan kita wajib mengimaninya mukjizat- mukjizat tersebut" bagitu
jawaban singkat sang Ustadz pada murid muridnya.
Kata Sakti
sendiri menurut kamus besar bahasa indonesia memiliki arti, mampu atau
kuasa berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam. pertanyaan yang muncul
kemudian adalah seperti yang kita peringati tanggal 1 oktober ini,
Kenapa ada kata pancasila sakti, apakah pancasila itu seperti pendekar
yang punya tenaga dalam dan ampuh serta mampu berbuat sesuatu yang
melampaui kodrat alam?
Pancasila yang sejak lahirnya tanggal 1
juni 1945 disepakati sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, way
of life, ia merupakan wadah, perangkat ataupun "manual" ber-Indonesia,
dan oleh para "designer" bangsa telah diformulasikan sebagai ajakan
untuk bertuhan, berkemanusiaan, berkesatuan, bermusyawarah dan
berkeadilan. Sungguh sebuah resep yang ideal bagi perikehidupan
berbangsa. Pancasila sendiri akan hidup bila disana ada pengejawantahan
yang dilakukan oleh warga bangsa. Atau dengan pengertian lain Pancasila
tanpa warga bangsa yang menghidup hidupkan, tak akan ada arti dan
nilainya.
Pancasila Sakti adalah kata yang timbul dari sebuah
perjalanan sejarah, dimana sebuah kesepakatan yang final sebagai dasar
negara, merasa "terganggu" bahkan terancam oleh keberadaan ideologi
komunisme yang telah menguat secara politis dan gerakan, yang secara
umum kita mengetahui bahwa komunisme adalah ideologi nir agama dan nir
ketuhanan. Namun dengan kesadaran penuh dari bangsa yang berpancasila
ini, kekuatan ideologi dapat kita tangkis dengan kekuatan "tenaga dalam"
sila pertama ketuhanan dan dilengkapi "jurus-jurus" sila kedua
kemanusiaan, sila ketiga persatuan, sila keempat permusyawaratan dan
sila kelima keadilan. Komunisme bisa kita kalahkan dan hengkang dari
bumi pertiwi.
Masa demi masa berjalan mengikuti alur dinamika.
Pancasila sakti tak sekedar hanya keberhasilanya dalam melawan
komunisme. Gejala dunia berupa Globalisasi dan indutrialisasi ternyata
melahirkan tantangan tantangan lebih berat dengan munculnya
"ideologi-ideologi" baru, semacam Hedonisme atau faham pencapaian
keduniaan yang melalaikan akan adanya alam akherat, pragmatisme yang
meluruhkan nilai-nilai kemanusiaan, materialisme yang hanya menilai
semuanya dengan ukuran-ukuran, sekulerisme yang menjauhkan keutamaan
agama, individualisme yang meluruhkan semangat kebersamaan. itu semua
tampaknya sedikit banyak telah merasuk ke sendi sendi kehidupan anak
bangsa.
Pancasila sakti bukan hanya slogan, bukan pula sekedar
retorika, pancasila sakti adalah "jurus" sekaligus "tenaga dalam" dan
sejauh mana bisa menjawab tantangan-tantangan itu. Pancasila akan sakti,
bila warga bangsa senantiasa menghidupkan agamanya untuk menangkis
sekulerisme. pancasila akan sakti, bila warga bangsa memiliki kepekaan
sosial sebagai resistensi pragmatisme dan individualisme. Pancasila akan
sakti, bila warga bangsa punya itu Yu'minuna bil ghoibi untuk menangkis
faham materialisme. Dan Pancasila akan tetap sakti, bila warga bangsa
selalu menghidup-hidupkan semangat pancasila. Jika tidak ada sedikitpun
semangat untuk itu, mungkin jauh panggang dari api. Wallahu A'lam
Oleh : oleh : Wildan Sule Man